Cari Blog Ini

Kamis, 10 Januari 2013

WIRO SABLENG delapan sabda dewa (TIGA)

WIRO SABLENG

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
Karya: BASTIAN TITO

DELAPAN SABDA DEWA

PANGERAN Matahari merangkul gadis yang duduk dipangkuannya itu lalu dengan penuh nafsu menciumnya berulang kali. “Kekasihku, sebelum kita bersenang-senang di ruangan dalam katakana apa hasil peneyelidikanmu…”

Si gadis tersenyum. Sepasang lesung pipit muncul di pipinya kiri kanan. “Salah…” katanya seraya membelai rambut di belakang kepala Pangeran Matahari.

“Eh, apa yang salah?” tanya sang Pangeran.

“Kita bersenang-senang dahulu baru nanti aku memberitahu hasil penyelidikanku!”

Pangeran Matahari tertawa lebar. Ditekapnya kedua pipi si gadis lalu dikecupnya bibirnya lumat-lumat. Sambil menggeliat gadis dalam pelukan menurunkan tangannya ke bawah. Pangeran Matahari cepat memegang tangan itu seraya berkata. “Ingat kekasihku, urusan besar harus dikerjakan lebih dulu. Soal bersenang-senang jika semua udah rampung seribu hari pun kau suka aku akan melayani…”

Si gadis tampak cemberut tapi serta merta pejamkan matanya dan mengeluarkan suara lirih ketika Pangeran Matahari menyelinapkan wajahnya ke balik pakaiannya di bagian dada.

“Aku tidak tahan. Benar-benar tidak tahan Pangeran…” bisik si gadis setengah memelas.

Pangeran Matahari tarik kepalanya lalu berkata. “Ceritakan padaku hasil penyelidikanmu…”

Si gadis melihat sepasang mata Pangeran Matahari memandang tak berkesip. Ada sorotan sinar aneh yang membuatnya jadi tak berani menatap. Dengan sikap manja dia menggelungkan tangan kanannya di leher sang Pangeran lalu bertanya, “Apa saja yang kau ingin ketahui, Pangeran?”

“Pertama sudah pasti menyangkut musuh besarku Pendekar 212 Wiro Sableng. Menurut dua bersaudara Tiga Bayangan Setan dan Elang Setan, mereka berhasil membunuh Pendekar 212 di bukit di luar Kartosuro. Aku telah meminta mereka membuktikan dengan membawa kepala Wiro Sableng ke hadapanku. Kau sendiri apa yang kau ketahui?”

“Kemungkinan mereka memang telah membunuh Pendekar 212. Hanya saja berlaku ayal tidak membawa bukti. Tapi setahuku tempo hari mereka telah menyerahkan Kapak Maut Naga Geni 212 dan batu sakti hitam milik Pendekar 212. Apakah itu belum cukup dijadikan tanda atau bukti bahwa musuh besarmu itu benar-benar sudah tewas? Atau mungkin dua senjata itu palsu belaka?” Pangeran Matahari mengusap pinggul si gadis lalu gelengkan kepala. “Kapak dan batu sakti itu asli. Tidak palsu. Tapi menyaksikan kepala Pendekar 212 jauh lebih meyakinkan daripada hanya mendengar sekedar laporan dari dua kaki tanganku itu...“

“Turut penyelidikanku, juga berdasarkan beberapa keterangan orang-orang kita, Pendekar 212 tidak diketahui lagi berada di mana. Ada yang menduga mayatnya dilarikan orang ke satu tempat di tengah laut di selatan muara Kali Opak....”

“Hemmm.... Kalau keteranganmu benar mengapa kaki tanganku di kawasan itu belum datang memberitahu?!” ujar Pangeran Matahari pula seraya mendongak dan usap dagunya yang ditumbuhi janggut pendek kasar.

“Kawasan laut selatan berada di bawah pengawasan penguasa tertentu yang memiliki beberapa pembantu. Salah seorang dari mereka adalah Ratu Duyung. Ada tanda-tanda sesuatu telah terjadi di kawasan itu. Beberapa aliran hawa sakti mengalami benturanbenturan aneh....”

“Ratu Duyung dari dulu memang tidak pernah mau tunduk terhadap kita...” kata Pangeran Matahari pula. “Sudah saatnya kita memikirkan untuk melakukan sesuatu terhadap makhluk setengah manusia setengah ikan itu....”

“Pangeran,” kata gadis yang duduk di pangkuan Pangeran Matahari. “Kalau aku boleh mengusulkan, pada saat sekarang ini sebaiknya kita jangan mencari musuh baru dulu. Salah-salah urusan besar yang tengah kau laksanakan bisa jadi tak karuan... “

“Hemmm.... Kau betul. Usulmu aku terima!” kata Pangeran Matahari lalu menghadiahkan satu kecupan di bibir gadis itu. “Kau lihat sendiri Pangeran. Aku tidak seperti gadis-gadis lain yang jadi kekasihmu. Mereka hanya menyediakan badan. Aku bukan cuma badan. Tapi juga pikiran dan sumbang saran....”

Pangeran Matahari tertawa gelak-gelak. Sambil menepuk-nepuk bahu si gadis dia berkata. “Itulah kelebihanmu, kekasihku. Itu sebabnya kau mendapat tempat utama di sisiku.”

“Kalau begitu apakah sekarang kita bisa bersenang-senang?” tanya si gadis. Lalu kaki kirinya digelungkan ke pinggul sang Pangeran. Pakaiannya yang tipis tersingkap. Ketihatan pahanya yang bagus mulus dan putih.

Pangeran Matahari mengusap paha itu berulang kali lalu berkata. “Masih belum saatnya kekasihku. Harap kau suka bersabar. Kau harus kembali melakukan penyelidikan. Aku harus tahu apa yang sebetulnya telah terjadi dengan Pendekar 212. Apa benar dia sudah menemui ajal?”

“Nada suaramu masih saja membayangkan rasa was-was Pangeran,” kata si gadis pula. lalu tangannya meraba ke bagian dada Pangeran Matahari. Di balik jubah hitam dan pakaian yang dikenakannya dia menyentuh sebuah benda yang terikat kencang ke dada sang Pangeran. “Kau telah memiliki Kitab Wasiat Iblis. Mengapa harus merasa gelisah dan selalu memikirkan Pendekar 212?”

“Ada ujar-ujar mengatakan bahwa punya satu musuh sudah terlalu banyak sedang punya seribu teman masih kurang banyak!”

Si gadis tersenyum. “Jadi kau ingin aku menyelidik lag!, pergi dari sini dan melupakan semua kesenangan yang bisa kita dapatkan saat ini?”

“Kataku harap kau bersabar. Masanya akan datang aku akan jadi Raja Di Raja dunia persilatan dan kau kekasih tunggalku....”

Si gadis menarik napas dalam lalu perlahan-lahan dia berdiri, ”Kalau begitu ada baiknya aku minta diri sekarang juga,” katanya. Dia membungkuk sedikit untuk memeluk dan mencium Pangeran Matahari. Namun dengan gerakan nakal dia menggoyangkan bahu dan pinggulnya. Pakaian tipis yang melekat di tubuhnya serta merta merosot jatuh ke lantai. Ketika Pangeran Matahari balas memeluk maka dia merangkul tubuh si gadis. Kalau tadi sang Pangeran selalu menolak ajakan si gadis maka kini dalam keadaan seperti itu dia tidak dapat menahan gelegak darahnya. Dia berdiri dan slap hendak mendukung tubuh si gadis. Tapi tiba-tiba,

 “Braaakkkl”

Pintu ruangan terpentang. Sesosok tubuh masuk dan jatuhkan diri di lantai. Gadis cantik tanpa pakaian terpekik, cepat-cepat menyambar pakaiannya yang tercampak di lantai laiu melompat tinggalkan tempat itu.

Pangeran Matahari tak kurang terkejutnya. Tampangnya merah mengelam, rahangnya menggembung hingga wajahnya berubah seperti jadi empat persegi!

Orang yang terkapar di lantai hanya mengenakan sehelai cawat hitam. Sekujur tubuhnya mulai dari muka sampai ke kaki berwarna sangat hitam dan liat. Pada dua bahu dan tengkuknya sampai ke punggung ada daging aneh berbentuk sirip ikan. Mata dan bibirnya merah.

Pangeran Matahari kerenyitkan kening. Kedua matanya mendelik tak berkesip menyaksikan bagaimana sepasang tangan manusia hitam itu, mulai dari pergelangan sampai ke ujung-ujung jari tampak hancur berpatahan. Tulang-tulangnya mencuat putih menggidikkan.

“Jahanam! Apa yang terjadi dengan dirimu! Mana kawanmu?!” Pangeran Matahari membentak seraya melangkah ke hadapan orang hitam yang terkapar di lantai.

“Ka... kawanku mati!” jawab orang hitam.

“Mati?! Apa yang terjadi?!”

“Dia... dia mati dibunuh Pendekar 212....”

Tampang Pangeran Matahari berubah. Alisnya berjingkrak dan daun telinganya seperti mencuat mendengar ucapan orang hitam itu. Kaki kanannya ditendangkan ke dada orang itu hingga si hitam ini mencelat dan terbanting ke dinding ruangan.

“Lekas katakan apa yang terjadi!” bentak Pangeran Matahari.

“Mohon maafmu Pangeran... Kami tidak berhasil menjalankan tugas yang kau berikan. Kawanku terbunuh. Aku sendiri kau bisa saksikan. Kedua tanganku dibikin hancur oleh Pendekar 212!”

Kembali sepasang mata Pangeran Matahari memperhatikan kedua tangan orang hitam itu seolah tak percaya. Tulang-tulangnya mencuat berpatahan.... “Ilmu apa yang telah dipakai mencelakai orang ini? Kalau memang Pendekar 212 yang melakukan setahuku dia tidak memiliki ilmu kepandaian begini rupa....”

Pangeran Matahari mendongak. Otaknya berpikir keras. Tetap saja dia tidak bisa menerima keterangan si hitam.

“Kau berdusta! Ini bukan pekerjaannya Pendekar 212!” bentak sang Pangeran. “Dia tidak punya ilmu kepandaian mematahkan tulang seperti ini! Aku tahu betul!”

“Saya bersumpah memang dia yang melakukan. Kami mencegatnya di pantai selatan...”

Pangeran Matahari terdiam sesaat. “Jika kau memang telah berhadapan dengan Pendekar 212, aku ingin mencocokkan ciri-ciri jahanam itu dengan apa yang kau saksikan. Bagaimana keadaan rambutnya?”

“Hitam lebat dan… dan gondrong..,” jawab si hitam.

“Apa dia mengenakan ikat kepala kain putih di keningnya?”

Si hitam menggeleng.

“Hemmmmm....” Pangeran Matahari bergumam. Kecurigaan bahwa si hitam itu berdusta semakin besar. “Apa dia mengenakan pakaian serba putih?”

“Ti... tidak Pangeran. Dia mengenakan baju dan celana hitam....”

“Jahanam! Jelas orang itu bukan Pendekar 212! Seumur hidupnya dia tidak pernah mengenakan pakaian hitam! Kau berani mendustaiku!”

”Saya bersumpah saya tidak berdusta Pangeran...”

“Manusia keparat! Aku tanya padamu, apa benar kawanmu sudah mampus?!” bertanya Pangeran Matahari seraya bungkukkan tubuhnya sedikit.

“Dia memang telah menemui ajal Pangeran. Saya menyaksikan sendiri...” jawab si hitam yang masih terkapar di lantai sambil menduga-duga apa maksud pertanyaan Pangeran itu karena sebelumnya dia telah menjelaskan mengenai kematian kawannya.

Di hadapan si hitam Pangeran Matahari menyeringai. Tiba-tiba seringai itu lenyap lalu, terdengar suaranya berucap. “Kalau begitu kau susullah temanmu! Aku tidak butuh manusia jelek dan tolol macammu!”


Habis berkata begitu Pangeran Matahari ayunkan tangan kanannya. Bersamaan dengan itu dia alirkan tenaga dalam dari bagian dada di mana menempel Kitab Wasiat Iblis. Pangeran Matahari tahu betul bahwa si hitam memiliki ilmu kebal tertentu. Dia tak mau susah. Karenanya dia sengaja meminjam kekuatan ganas yang ada pada kitab iblis itu.

“Praakkk!”

Kepala manusia hitam rengkah mengerikan. Tubuhnya terbanting ke lantai tanpa nyawa lagi! Masuk ke ruangan dalam Pangeran Matahari dapatkan gadis kekasihnya duduk di atas sebuah bantalan tebal dan empuk. Keadaannya masih polos seperti tadi. Pakaian tipisriya dipergunakan menutupi auratnya yang penting tapi itu pun tidak mampu menutupi seluruh tubuhnya.

“Aku hampir yakin kalau Pendekar 212 memang sudah menemui ajal. Tapi aku merasa perlu menunggu sampai Tiga Bayangan Setan dan Elang Setan muncul membawa kepala musuh besarku itu....”

“Apakah sampai saat ini kau masih merahasiakan tentang diriku terhadap mereka?”

Pangeran Matahari mengangguk.

“Sebaliknya bagaimana dengan saudaramu. Aku tidak ingin....”

“Kau tak usah khawatir Pangeran. Sudah lama sekali aku tidak mendengar mengenai dirinya. Entah berada di mana...” jawab si gadis yang duduk di atas bantalan empuk sambil menjulurkan kakinya dan balik pakaian tipis.

Memandangi tubuh si gadis pikiran sang Pangeran jadi berubah. Kalau sebelumnya dia tidak berniat untuk bersenangsenang kini setelah membunuh lelaki hitam tadi rangsangan dalam dirinya tiba-tiba saja menggelegak. Dia melangkah ke hadapan si gadis. Perlahan-lahan pakaian tipis yang menutupi tubuh si gadis itu ditariknya.

-- == 0O0 = -