WIRO SABLENG
PENDEKAR KAPAK
MAUT NAGA GENI 212
Karya: BASTIAN
TITO
PADA saat yang
sangat menetukan itu dimana ajal Pendekar212 Wiro Sableng
boleh dikatakan hanya tinggal sekejapan mata sajalagi, satu
persatu muncul wajah-wajah orang yang paling dekatdengan dirinya.
Mula-mula wajah Eyang Sinto Gendeng sang guru sinenek sakti, lalu
wajah kakek Segala Tahu, sesaat terbayang tampangDewa Ketawa. Lalu
muncul wajah Bidadari Angin Timur. Terakhirsekali muncul
wajah Ratu Duyung.
“Ra… tu…” Wiro
membuka mulut. “Tolong diriku…” tapiucapan itu tak
pernah keluar. Malah air laut masuk semakin banyakke dalam
mulutnya,. Kepalanya semakin tertekuk ke belakang.Mendadak entah
bagaimana muncul satu wajah nenek berwarnaputih. Hidungnya
kecil dan bagian sekitar mulutnya ditumbuhi bulu bulu halus panjang.
Nenek ini menyeringai memperlihatkan gigigiginyayang kecil serta
lidahnya yang merah. Lalu sepasang matanyayang kehijauan
membersitkan sinar menyilaukan yang sesaatmembuat Wiro jadi
tersentak.
“Nenek Neko…
Nenek Muka Kucing...” ujar Wiro. Lalu terjadilahsatu hal yang
luar biasa. Mendadak sontak Wiro ingat sesuatu.“Koppo… Ilmu
Mematahkan Tulang!” desisnya. Satu kekuatan seperti
muncul dalam diri
Pendekar 212. Kedua tangannya bergerak memegang dua
jari-jari kedua tangan makhluk hitam yangmencekalnya.
Lalu, “Trak… trak.. trak… trak… trakk!”
Makhluk hitam
menggeliat. Wajahnya menunjukkan kesakitan setengah mati.
Mulutnya terbuka lebar. Kedua matanya membeliak. Jari-jari
tangannya hancur berpatahan. Tulangnya mencuat keluar. Karena tak
sanggup menahan sakit makhluk ini lepaskan cekalan lalu berenang
menjauhi Wiro. (Mengenai Nenek Neko dan ilmu
mematahkan tulang
yang disebut koppo silahkan baca serial Wiro Sableng berjudul
Sepasang Manusia Bonsai)
Wiro sendiri yang tak ada niat mengejar cepat naik ke permukaan laut. Dia muncul di atas air dengan megap-megap. Ada cairan merah keluar dari mulutnya. Dia memandang berkeliling. Dikejauhan kelihatan perahunya terapung-apung dipermainkan ombak. Dengan susah payah Wiro berenang mencapai perahu itu. Perlahanlahan dia naik ke atas perahu. Rasa sakit pada dadanya belum lenyap. Malah kini napasnya bertambah sesak. Sekujur tubuhnya terasa letih dan tulang-tulangnya laksana tanggal dari persendian.
Ketika dia hendak membaringkan tubuhnya di lantai perahu tiba-tiba terdengar suara tawa mengekeh di belakangnya. Wiro putar kepalanya. Sepasang matanya terpentang lebar ketika melihat siapa adanya orang yang duduk berjuntai di atas sebua perahu putih yang tiba-tiba saja muncul di tempat itu tanpa diketahuinya.
“Makhluk Pembawa
Bala. Manusia celaka…!” Wiro berusaha bangkit tapi
tubuhnya yang lemah itu terhenyak kembali ke lantai perahu. Dari
balik kain penutup wajahnya kembali terdengar suara tawa mengekeh
orang bercaping yang sekujur tubuhnya penuh koreng membusuk.
Tiba-tiba sosok
Makhluk Pembawa Bala yang mengenakan pakaian sebentuk
jubah melesat ke udara. Dia mendarat di atas perahu, sengaja
tepat di atas tubuh Wiro. Wiro sendiri saat itu sudah tidak berdaya dan
setengah pingsan. Orang yang bercaping tegak dengan satu kaki
menginjak perut sedang kaki satunya menginjak dada Wiro. Dia
mendongak lalu dari mulutnya kembali terdengar suara tawa
bergelak.
“Mujur tak dapat
diraih, celaka tak bisa ditolak! Kalau dulu kau masih bias lolos
dari tangnaku, saat ini jangan harap bisa lepas! Nyawamu memang
sudah ditakdirkan harus amblas di tanganku! Ha… ha... ha…
ha…!” suara tawa orang bercaping itu lenyap. Kaki kanannya diangkat
lalu dihantamkan ke arah tenggorokan Pendekar 212 yang terkapar
di lantai dalam keadaan pingsan!
Hanya setengah jengkal lagi kaki kanan Makhluk Pembawa Bala akan menghancurkan leher dan membunuh Pendekar 212 tibatiba dari laut sekitar perahu melesat enam sosok tubuh. Bagian atas merupakan tubuh gadis cantik berambut panjang menutupi dada yang putih polos sedang bagian bawah merupakan ekor ikan besar.Keenam gadis ini bukan lain adalah anak buah Ratu Duyung penguasa lautan di kawasan itu.
“Tahan!”
Enam gadis
berteriak berbarengan. Gerakan Makhluk Pembawa Bala serta merta
terhenti. Memandang berkeliling dan melihat siapa yang ada di
sekitar perahu tampangnya yang tertutup kain cadar jadi berubah. Hatinya
menjadi tidak enak kalau tidak mau dikatakan gelisah.
“Jangan berani
mencampuri urusanku!” Makhluk Pembawa Bala membentak.
Enam gadis diam
saja namun diam-diam mereka luruskan jari telunjuk tangan
kanan masing-masing.
Melihat tidak ada
yang bergerak Makhluk Pembawa Bala cepat teruskan hantaman
kakinya ke leher Wiro. Pada saat itu juga enam jari si gadis
memancarkan sinar biru. Ketika mereka mengangkat jari masing-masing dan
mengacungkan ke arah perahu, enam sinar biru berkiblat,
memapas ke arah tempat kosong antara kaki Makhluk Pembawa Bala
dengan leher Pendekar 212 yang menjadi sasaran.
Makhluk Pembawa
Bala berseru keras. Cepat dia tarik serangannya. Kaki
kanannya diangkat. Lalu terdengar jeritan orang ini. Tiga ujung
jari kakinya putus. Bagian sekitarnya laksana dipanggang. Ujung
jubahnya mengepulkan asap pada bagian yang kelihatan hangus.
“Kalau kau
bermaksud meneruskan niat jahat membunuh lawan yang tak
berdaya, kematian akan menjadi bagianmu lebih dulu!,” salah
seorang dari enam gadis bertubuh setengah manusia setengah ikan
membentak.
Mulut orang
bercaping yang terlindung di balik kain penutup komat-kamit tapi
tak ada suara yang keluar. Dia maklum jangankan enam orang, satu
orang saja sulit baginya menghadapi gadis anak buah Ratu Duyung.
“Katakan pada
Ratumu, lain kali sebaiknya dia sendiri yang datang untuk
bertemu muka denganku!”
“Ratu kami tidak
layak hadir di depan manusia tak berguna sepertimu!” jawab
salah seorang gadis.
Makhluk Pembawa
Bala menggeram dalam hati. Dia melompat dari atas perahu
Wiro, masuk ke dalam perahu putihnya.
“Sebelum kau
pergi dari sini kami perlu mengajukanbeberapa pertanyaan!”
Makhluk Pembawa
Bala walaupun merasa jeri terhadap enam gadis namun
karena merasa ditekan lantas menukas. “Jangan membuat aku jadi
marah! Katakan apa mau kalian!?”
“Kami perlu tahu
siapa kau sebenarnya dan apa perlunya seja sekian lama
gentayangan di kawasan ini!”
“Hemm… Itu
rupanya pertanyaan kalian?” Makhluk Pembawa Bala mendongak
lalu tertawa bergelak. “Katakan pada Ratumu, jika dia mau datang
menemuiku baru aku akan menjawab pertanyaan kalian!”
“Kau minta
mampus! Terima kematianmu!”
Enam larik sinar
biru menyambar ke arah Makhluk Pembawa Bala. Orang ini
cepat menyambar caping di atas kepalanya. Lalu dengan sigap
caping yang terbuat dari bambu itu dikibaskannya menangkis
serangan enam larik sinar biru.
“Wussss!”
Makhluk Pembawa
Bala menjerit keras. Caping bambu di tangannya hancur
berantakam. Kepingan-kepingan caping itu bertebaran di
udara dalam keadaan terbakar lalu jatuh ke dalam laut. Si Makhluk
Pembawa Bala sendiri mencelat mental dari atas perahu sampai
beberapa tombak lalu tercebur masuk ke dalam laut. Enam gadis cantik
anak buah Ratu Duyung menunggu sampai beberapa lamanya.
“Tubuhnya tidak
muncul lagi…,” berkata gadis di ujung kanan. “Pasti dia sudah
jadi mayat dan tenggelam ke dasar laut. Beberapa hari di
muka baru mayatnya akan mengambang di permukaan laut…,”
berkata gadis lainnya.
“Apa yang harus
kita lakukan sekarang?” salah satu dari mereka bertanya.
“Sesuai perintah
Ratu kita harus menolong pemuda ini. Ada darah di sekitar
mulutnya. Jelas dia mengalamai luka dalam cukup parah… lekas
berikan obat padanya. Aku akan menotok leher dan dadanya.” Lalu
gadis itu membuka baju hitam Wiro di bagian dada.
Sesaat dia pandangi bagian tubuh yang kokoh penuh otot itu. Pada bagian tengah dada terdapat rajah tiga angka yang tak asing lagi. Angka 212. Entah sadar entah tidak, gadis ini lalu mengusap dada Pendekar 212 dengan lembut. Melihat hal ini kawan di sampingnya berbisik, “Apa yang kau lakukan!? Jangan berani berbuat macam-macam. Kalau sampai Ratu memantau lewat cermin saktinya dan melihat apa yang kau lakukan, kita semua di sini habis dihukumnya! Lekas totok pemuda itu!”
Sesaat dia pandangi bagian tubuh yang kokoh penuh otot itu. Pada bagian tengah dada terdapat rajah tiga angka yang tak asing lagi. Angka 212. Entah sadar entah tidak, gadis ini lalu mengusap dada Pendekar 212 dengan lembut. Melihat hal ini kawan di sampingnya berbisik, “Apa yang kau lakukan!? Jangan berani berbuat macam-macam. Kalau sampai Ratu memantau lewat cermin saktinya dan melihat apa yang kau lakukan, kita semua di sini habis dihukumnya! Lekas totok pemuda itu!”
Wajah gadis yang
barusan mengusap dada Pendekar 212 tampak bersemu
merah. Dia berpaling dan menjawab, “Tak perlu bicara keras.
Jangan munafik. Aku tahu kau pun sebenarnya sangat tertarik pada
pemuda gagah ini…”
“Sudah! Lekas
totok saja tubuhnya. Aku segera akan memasukkan obat
ke dalam mulutnya!”
Gadis pertama
segera mengusapkan dua ujung jarinya di bagian leher dada
Pendekar 212. Setelah itu gadis kawannya memasukkan
sebutir obat berwarna biru ke dalam mulut Wiro. Sekali lagi gadis
pertama mengusap bagian leher Wiro. Obat yang ada di dalam mulut murid
Sinto Gendeng meluncur ke dalam tenggorokannya
terus ke perut.
“Sebelum matahari
tenggelam dia akan siuman dan luka dalamnya akan
sembuh. Sekarang, sesuai perintah Ratu kita harus mendorong perahu
ini ke arah tenggara dan meninggalkannya di satu
tempat…”
Enam orang gadis itu lantas berenang smbil mendorong perahu kecil di atas mana Pendekar 212 Wiro Sableng masih terbujur dalam keadaan pingsan.
-- == 0O0 == -
Tidak ada komentar:
Posting Komentar