WIRO SABLENG
PENDEKAR KAPAK
MAUT NAGA GENI 212
Karya: BASTIAN
TITO
DELAPAN SABDA
DEWA
WALAU matahari tertutup awan kelabu tebal
namun udara di permukaan laut
terasa panas bukan main. Wiro pandangi baju dan celana putih
kotor yang terletak di lantai perahu. Dia berpikir-pikir apakah akan
menanggalkan pakaian hitam pemberian Ratu Duyung yang saat itu
dikenakannya lalu menggantikannya dengan pakaian putih dekil itu.
Dia tak biasa berpakaian serba hitam seperti itu. Mungkin itu
sebabnya dia merasa sangat panas. Memandang berkeliling Wiro
tidak melihat lagi perahu yang ditumpangi Dewa Ketawa. Di
kejauhan kelihatan beberapa pulau bertebaran di permukaan laut.
Sesaat wajah
cantik jelita serta sepasang mata biru mempesona Ratu Duyung terbayang
di pelupuk mata Pendekar 212. “Gadis aneh..,” kata
Wiro dalam hati. “aku tidak mau munafik kalau merasa tidak suka
kepadanya dan ingin bertemu dia lagi. Tapi mengingat permintaannya…”
Wiro geleng-geleng kepala sambil usap tengkuknya, “Menurut
Menjelang sore
sinar sang surya meredup dan udara yang tadinya sangat
panas perlahan-lahan terasa sejuk. Lalu tiba-tiba saja dia teringat pada
manusia bercaping yang tubuhnya penuh koreng itu.
“Aku tak dapat
memastikan siapa adanya itu manusia sialan yang dijuluki
Makhluk Pembawa Bala itu! Mengapa dia berusaha membunuhku secara
licik! Lalu kemana dia kaburnya? Kukira sarangnya di
sekitar lautan sini. Kalau bertemu jangan harap aku mau memberi
ampun…”
Selagi pendekar 212 berpikir-pikir seperti itu, mendadak sepasang
telinganya mendengar suara sesuatu diantara desau angin laut. Suara itu
datang dari sisi kiri kanan perahu yang tengah dikayuhnya. Murid
Sinto Gendeng palingkan kepalanya ke kanan. Dia tak dapat melihat
apa-apa tapi dia yakin sekali di bawah permukaan air laut ada
sesuatu yang bergerak mendekati perahunya. Wiro palingkan kepala
ke kiri. Hal yang sama dirasakannya. Ada benda bergerak meluncur
cepat mendekat perahu dari arah kiri. Hatinya berdetak tidak
enak.
Selagi pendekar 212 berpikir-pikir seperti itu, mendadak
“Ikan buas tidak
akan secerdik itu menghadang perahu dari dua arah
berlawanan,” pikir Pendekar 212. “Heemm… saatnya aku mencoba ilmu
menembus pandang yang diberikan Ratu Duyung!”
Cepat Wiro atur
jalan darah dan kerahkan tenaga dalamnya pada kedua
matanya. Dia memandang lekat-lekat ke arah permukaan air laut di
sebelah kiri perahu dan kedipkan sepasang matanya dua kali.
“Huh!” Murid
Sinto Gendeng jadi melengak sendiri. Dengan ilmu Menembus
Pandang yang didapatnya dari Ratu Duyung saat itu samar-samar dia
melihat sesosok tubuh manusia berkulit sangat hitam. Di tangan
kanannya dia memegang sebuah benda berbentuk tombak pendek
bermata dua. Ketika Wiro palingkan pandangannya ke kanan hal yang
sama terlihat. Seorang berkulit sangat hitam menyelam dalam
laut, meluncur cepat ke arah perahunya, membawa senjata tombak
bermata dua!
Dua makhluk dalam
air mencapai tepi perahu dalam waktu
yang bersamaan.
“Byarr! Byarr!”
Dua makhluk yang
menyelam mencuat ke permukaan air. Saat itu juga Wiro
melihat dua sosok manusia berkulit sangat hitam, berambut pendek
memiliki mata tanpa alis berwarna merah. Bibir mereka yang tebal
juga berwarna sangat merah.
Wiro perhatikan
bagian tubuh dua makhluk yang menyembul dari permukaan air laut itu. Pada bahu kiri kanan dan bagian tengkuk ada
sebentuk daging berbentuk daging berbentuk sirip. Selain itu tubuh
keduanya penuh otot tanda memiliki kekuatan luar biasa. Salah satu
kehebatan mereka adalah kemampuan untuk berenang jarak
jauh dan menyelam di bawah permukaan air laut.
“Siapa kalian?”
bentak Pendekar 212 Wiro Sableng. Dua makhluk hitam
menyeringai. Ternyata bukan Cuma mata dan mulut mereka
saja yang berwarna merah, tapi lidah dan gigi mereka pun
berwarna merah. Anehnya barisan gigi-gigi mereka berbentuk
kecil-kecil runcing seperti gigi ikan. Dan lidah serta barisan gigi-gigi
itu bergelimang cairan merah seperti darah!
Dari mulut kedua
mahkluk hitam ini kelular suara jeritan keras. Lalu sosok
tubuh mereka melesat ke udara. Tombak hitam bermata dua yang
mereka pegang menderu ke arah rusuk kiri dan kepala bagian
kanan Wiro.
“Kurang ajar!”
maki Wiro. Secepat kilat dia jatuhkan tubuh ke lantai perahu.
Bersamaan dengan itu Wiro hantamkan pendayung di tangan kanannya
ke tubuh makhluk di sebelah kanan.
“Bukkk!”
“Traakk!”
Kayu pendayung
menghantam dada makhluk hitam sebelah kanan dengan
telak. Kayu pendayung patah dua sebaliknya makhluk yang kena digebuk
cuma menyeringai. Masih memegangi patahan kayu pendayung,
Wiro gulingkan diri ke bagian kepala perahu. Ketika dia baru saja
sempat berdiri dua mahkluk yang masih berada dalam air laut bergerak
mendekatinya dan langsung menyerbu lagi.
Kali ini mereka
pergunakan tombak masing-masing untuk menusuk bagian
bawah perut Pendekar 212! Sambil melompat
cepat ke udara Wiro keluarkan jurus “kincir padi berputar”.
Kaki kanannya membabat deras ke arah kepala makhluk berkulit
hitam di sebelah kiri perahu sedang untuk yang di sebelah kanan dia
lepaskan pukulan “kunyuk melempar buah”.
“Praakk!”
Tendangan kaki
kanan Wiro menghantam kepala makhluk sebelah kiri.
“Pecah kepalamu!”
ujar Wiro begitu dilihatnya lawan mencelat mental lalu
amblas ke dalam laut.
Makhluk di
sebelah kanan keluarkan pekik keras melihat kawannya kena
tendangan Wiro. Tubuhnya melesat ke atas dan coba menusukkan
tombaknya ke arah tenggorokan Pendekar 212. tapi gumpalan angin
sakti yang keluar dari tangan kanan Wiro menghantam
dadanya lebih dulu. Seperti temannya, makhluk yang satu ini
terpental dan masuk ke dalam laut diiringi jerit menggidikkan.
Wiro menarik
nafas lega. Dalam hati dia mengomel. “Belum lama merasa
tenteram tahu-tahu ada saja orang-orang yang ingin membunuhku. Siapa
mereka…? Kaki tangan orang tua berpenyakit kulit berjuluk
Makhluk Pembawa Bala itu? Atau…,” belum sempat Wiro mengakhiri
kata hatinya tiba-tiba di kiri kanannya terdengar teriakan keras.
“Huaahhh!”
“Huaahhh!”
Dua makhluk
berkulit hitam yang tadi disangkanya sudah menemui ajal dan
tenggelam tiba-tiba mencelat muncul dari dalam laut. Tubuh
mereka melesat ke udara demikian tingginya hingga di lain kejap
keduanya telah berada di atas Wiro.
Meskipun terkejut
besar melihat kejadian itu karena menyangka dua
makhluk tadi telah menemui ajalnya namun Wiro tak punya kesempatan
untuk berpikir lebih lama. Begitu dia mendongak untuk melihat
kedudukan lawan, dari udara makhluk-makhluk aneh ini telah
menukik, lancarkan serangan berupa tusukan tombak ke punggung dan
bagian belakang kepala!
“Mereka tidak
main-main. Mereka memang ingin membunuhku!” ujar
Wiro. Secapt kilat dia melompat lalu jatuhkan diri ke lantai
perahu. Dua serangan terus memburu. Wiro balikkan tubuhnya. Dua
tangan yang dialiri tenaga dalam tinggi menggeprak ke samping. Kaki
kanan menghantam ke udara. Inilah jurus yang disebut “membuka jendela
memanah matahari”.
Hantaman tangan
Wiro memukul mental dua tombak di tangan dua lawannya.
Sementara tendangan kaki kanan menyodok masuk ke perut salah
satu dari dua makhluk berkulit hitam itu.
“Buukk!”
Makhluk yang kena
hantaman tendangan menjerit keras. Tapi tubuhnya tidka
mental karena dengan cepat kedua tangannya mencekal
pergelangan kaki Wiro. Selagi Wiro berkutat berusaha melepaskan
cekalan itu, makhluk kedua berkelebat dan hantamkan satu jotosan ke
dada Pendekar 212!
Di dalam air,
Wiro cepat berenang berusaha mencapai perahu. Dia tahu dua
lawan yang dihadapinya memiliki kepandaian luar biasa dalam hal
berenang dan menyelam. Menghadapi mereka di dalam laut besar sekali
bahayanya, apalagi saat itu dia telah cidera akibat pukulan salah satu lawan. Namun sebelum
Wiro berhasil mencapai perahu, salah satu kakinya tiba-tiba kena
dicekal lawan yang tahutahu sudah berada di
belakangnya. Dia kerahkan tenaga dalam lalu sambil menendang
membuat gerakan jungkir balik di dalam air.
Kakinya memang
bisa lolos namun begitu dia berbalik dua lawan sudah
menggempurnya kembali.
“Makhluk-makhluk
hitam ini rupanya tahan pukulan dan tendangan. Biar
kuhantam dengan pukulan sinar matahari. Tapi…” Wiro jadi meragu.
Seumur hidup dia belum pernah melepaskan pukulan sakti itu
di dalam air. Apakah dia sanggup melakukannya dan apakah
pukulan sakti itu bisa ampuh seperti jika dilepaskan di daratan?
Makhluk pertama
hanya tinggal satu tombak di depan Wiro. Murid Sinto
Gendeng segera salurkan tenaga dalamnya ke tangan kanan. Semula dia
agak meragu namun ketika melihat tangan itu sebatas siku ke
bawah berubah menjadi putih menyilaukan maka legalah Wiro. Dia
segera lipat gandakan tenaga dalamnya.
Di depan sana
makhluk yang berada paling depan terkesiap dan hentikan
gerakannya berenang sewaktu dilihatnya tangan kanan Wiro memancarkan
sinar putih menyilaukan dan air laut di sekitar
tempat itu
mendadak sontak menjadi panas. Dua makhluk perlahanlahan berenang mundur,
tak tahan oleh hawa panas yang seperti hendak merebus
mereka. Wiro tidak tunggu lebih lama lagi. Dia hantamkan tangan
kanannya ke arah makhluk paling depan. Sinar putih
menyilaukan berkiblat dalam laut. Satu gelombang air yang mendadak
sontak menjadi panas laksana mendidih membuntal deras
lalu menyapu dahsyat ke arah makhluk hitam paling dekat.
Makhluk ini berusaha menghindar dengan melesat ke kiri tapi
gelombang air laut yang panas menyapu lebih cepat. Tubuhnya
kelihatan menggeliat merah dan mengepul lalu terlempat jauh kemudian
seperti sehelai daun kering melayang jatuh ke dasar laut.
“Heemm… mana
kawannya…,” ujar Wiro dalam hati sambil memandang
berkeliling. Dadanya yang terkena pukulan lawan tadi mendenyut sakit.
Napasnya terasa sesak. Dia tak mungkin berada lebih lama dalma
air. Napasnya sesak. Air laut mulai tersedot di hidung dan
mulutnya. Selagi dia berusaha mengetahui dimana lawan yang kedua
tiba-tiba ada satu lengna mencekal lehernya. Ketika dia coba melepaskan
diri, tangan yang lain menjambak rambutnya. Dua tangan kemudian
bergerak. Gerakannya jelas hendak mematahkan batang leher
Pendekar 212!
Wiro hantamkan dua sikutnya sekaligus ke belakang.
“Bukkk!”
“Bukkk!”
Hantamannya tepat
mendarat di tubuh orang yang mencekalnya dari
belakang tapi seolah tidak dirasakan malah cekalan semakin
ketat. Kepala Wiro mulai tertekuk ke belakang. Matanya pedas tak
mampu dibukakan lagi, apalagi untuk melihat. Air laut mengucur
masuk ke dalam tenggorokannya lewat mulut dan hidung!
“Celaka! Tamat
riwayatku!” ujar Wiro. Dia kumpulkan seluruh tenaga yang ada,
kerahkan tenaga dalam. Namun cekalan makhluk yang mencekalnya
dari belakang tidak dapat dilepaskan! Sementara itu napasnya
sudah menyengal dan kekuatannya laksana punah. Sekujur tubuhnya
menjadi lemas walau otaknya masih bisa bekerja.
Lawan yang
membuat Wiro tidak berdaya ternyata berlaku cerdik. Sambil
terus mencekal berusaha mematahkan batang leher Pendekar 212 dia
membuat gerakan yang membawa Wiro bergerak semakin jauh
menuju dasar laut dimana tekanan air lebih kencang. Tekanan ini
membuat Wiro semakin lemas tak berdaya.
-- == 0O0 == -
Tidak ada komentar:
Posting Komentar